Monday, May 9, 2011

RitmeOtherside

GENK KOBRA

Blues, musik yang terkenal di Amerika yang berkembang pada abad 19 M itu, awalnya merupakan lantunan puji-pujian yang biasa dilakukan oleh ‘kulit hitam’ yang dibawa paksa untuk dijadikan budak ke Amerika. Karena perpaduan antara musik etnik Afrika dengan musik kontemporer setempat, maka terciptalah Blues yang terkenal sampai sekarang.

Assimilation musik seperti itu ternyata bukan hanya di Amerika. Di Indonesia tepatnya di Jawa (Yogyakarta), ternyata juga sama. Karawitan, seni musik tradisional asli dari Jawa dengan alat musik berupa gamelan dan lirik berbahasa Jawa pun demikian. Awalnya musik ini dimainkan dengan alat tradisional dan dengan pakem tertentu (slendro dan pelog) yang tidak boleh diubah. Musiknya selalu terdengar lembut, halus, namun cantik, sesuai dengan asal katanya 'Rawit'.

Seiring perkembangan jaman, kemajuan teknologi, dan konsep pemikiran masyarakat yang tak lagi 'konvensional' serta tak mau lagi terikat pakem, musik tersebut pun berubah. Dengan kemajuan teknologi, penambahan instrumental kontemporer pun dilakukan. sehingga menciptakan jenis musik baru, yang disebut Campursari. Campursari yang secara harafiah berarti campuran dari berbagai macam intrstrument musik ini pun, dengan kecanggihan instrument kontemporer ditambah musikalitas musisi yang handal, berhasil menghasilkan genre musik baru. Adalah Genk Kobra yang berhasil melakukan hal tersebut.

Geng Kobra merupakan band Yogyakarta yang memadukan musik etnic Jawa dengan musik kontemporer, tetapi masih dengan menggunakan lirik berbahasa Jawa. Band yang digawangi Je-Je Elysanto (lead Vocal, Accoustic Guitar, song writter), Sigit (drum), Ardie (bass), Bimo (guitar, Keyboard), dan Romy ini membawakan musik yang berakar dari karawitan yang dimodifikasi sedemikian rupa namun berestetika.

Pada sekitar tahun 2002, kelompok yang awalnya merupakan penyiar radio ini bermutasi menjadi pemain musik/ pemain band yang boleh dibilang sukses dikalangan masyarakat Jawa.

Sejak kemunculannya di blantika musik Jawa, lagu-lagu Kobra (demikian sebutan lainnya) mendapat respon yang positif dikalangan pecinta musik Jawa. Album Genk Kobra yang pertama diberi judul ’Ngayogyokarto’, ini dilatari karena band ini dilahirkan dan tumbuh di Jogjakarta. Band yang memiliki basic lirik berbahasa Jawa ini lahir bukan tanpa misi. Band yang dilatari oleh karawitan ini, mempunyai keinginan mengajak masyarakat Jawa untuk lebih mencintai Jawa lahir dan batin, melalui musik tentunya. Bukan tanpa alasan, ini terbukti dari lagu-lagunya yang kesemuanya berbahasa Jawa. Hal yang membuat musik Genk Kobra diterima masyarakat musik Jawa, diantaranya:

Dari Segi Lirik

Lagu yang di bawakan Gank Kobra, liriknya menggunakan istilah yang sudah lazim/ sudah umum dalam masyarakat Jawa. sebagai contoh lagu yang berjudul ‘Neng Nong Neng Gung’. Dalam lagu ini, mereka mengunduh beberapa baris dari lagu dolanan anak-anak Jawa.

‘Ning nong ning gung Pak Bayan’ ’Sego jagung ra doyan’

Kedua lirik tersebut begitu familiar di tengah-tengah masyarakat Jawa. Mereka biasanya menggunkan lirik ini pada saat memainkan sebuah permainan. Meskipun tanpa iringan musik, namun lagu ini membuat permainan semakin seru. Jadi ketika band Kobra ini menaransemennya, dengan diiringi musik, sudah tentu masyarakat pun semakin menikmatinya. Maysarakat mudah hafal dengan liriknya meskipun hanya beberapa baris, dan beberapa kali mendengarnya.

Selain liriknya sudah umum lirik lagu mereka juga terkadang mengandung nasehat kepada setiap orang yang mendengarnya. Jadi bukan seperti lagu pada umumnya yang terkadang terkesan hanya untuk have fun saja. Perbedaan ini lah yang membuat band ini mudah diterima masyarakat, baik anak muda maupun sesepuhnya.

’Ning nong ning gung Pak Bayan’ Sego jagung ra doyan Jamane dudu jaman perang Ning kok isih do grejegan

Ning Nong Ning Gung Pak Bayan

Sego jagung ra doyan

Jamannya bukan jaman perang

Tapi kok masih pada berantem

Disamping dua kelebihan di atas, yang menonjol dari lagu-lagu yang dibawakan Genk Kobra secara keseluruhan yaitu, lagunya berupa Parikan (pantun). Parikan (pantun) merupakan bentuk sastra Jawa yang sudah lama ada.

’sanga papat punjul enem’ menawi lepat nyuwun ngapunten

’sembilan empat lebih enam’

kalau salah mohon dimaafkan

Kritik Sosial pun tidak ditinggalkan band ini. Melalui lirik-liriknya yang berupa

Parikan, mereka mampu menyampaikan kritik terhadap kehidupan sosial. Hal tersebut juga termasuk faktor yang membuat band ini digandrungi masyarakat Jawa. Seperti halnya Legend kita, Bang Iwan Fals yang menyentil pemerintah dengan lirik pedasnya. Contoh kritik yang dilakukan Kobra yakni pada lagu yang berjudul Yo Yo Pow. Dalam lagu ini, mereka mengkritik Pemilu pada waktu itu yang menghadirkan puluhan partai politik. Mereka menyebutkan yang intinya bahwa, dengan tiga (sedikit) partai saja, rakyat bingung memilih, apalagi sampai berpuluh-puluh.

’jamane tambah aneh’

gambare tambah akeh

pilih siji opo pilih kabeh

’jamannya semakin aneh’

gambarnya semakin banyak

pilih satu atau pilih semua

Dari Segi Musikalitas

Dilihat dari permainan musiknya, gank kobra tidak bisa dianggap remeh. Skill yang mereka miliki nampak jelas sekali ditiap lagunya. Meskipun banyak menggunakan musik kontemporer, bahkan lebih menonjol, namun unsur etnic masih dapat dirasakan disitu. Musik Campursari masih dapat dirasakan ditiap lagunya. Ya, Campursari memang awal bisa dibilang sebagai induk dari genre ini. Musiknya nge-rock tapi liriknya nge-pop. yang pasti liriknya yang berbahasa Jawa dan musiknya yang masih mengadaptasi pada musik asli Jawa-lah yang membuat band ini exist dan diterima masyarakat Jawa. Meskipun banyak menggunakan instrument kontemporer, tapi isi masih tradisionil. Ini mungkin salah satu tujuan mereka, yaitu menggarap musik ’tradisional’ dengan cita rasa modern, atau mungkin ingin mem-modernkan musik Jawa.

Band yang berdomisili di Yogyakarta ini bukanlah band mandul, terbukti mereka mampu menetaskan beberapa album, dalam bentuk kaset maupun compact disc. Beberapa lagu yang hits diantaranya adalah Ngayogyokarto, yaya pow, dan ning nong ning gung.

Meskipun hanya melalui media lokal namun nama Genk Kobra tidak asing bagi para pecinta musik diputaran Jawa. Band PopRock Jawa yang mencoba merubah Campursari menjadi lebih moderan, tanpa menghilangkan esensi kejawaannya. Setidaknya dalam nada, beat maupun syair lagu, dan ini dapat diterima oleh masyarakat, terbukti dengan banyak terbentuknya kantung-kantung fans mereka yang mereka beri nama Komunitas Gank Kobra. (Singgih)

Monday, April 18, 2011

Demam Pop Melayu

Pop Melayu
Sebut saja ST12, Kangen Band, Wali, dan masih banyak band yang lainnya merupakan beberapa band yang mendulang kesuksesan dengan membawakan aliran musik sebut saja Pop Melayu. meskipun banyak sekali musisi-musisi yang 'menghardik' pedatang baru di kancah musik Indonesia ini, toh kenyataan membuktikan bahwa mereka pun bisa membuktikan diri bahwa mereka bisa menghibur masyarakat Indonesia pada umumnya. bukankah memang seperti itu tujuannya? diterima oleh pendengarnya. meskipun ada beberapa yang merendahkan aliran ini, tapi itu hanya beberapa persen saja. Kalau yang mayoritas menikmati, rasanya tidak penting lah mengurusi yang beberapa. kemudian pertanyaannya sekarang adalah, mengapa aliran Pop Melayu mudah sekali diterima masyarakat Indonesia? Sebelum kita mengenal musik aliran Rock, Jazz, Pop, Classic atau apalah yang saya sendiri kurang tahu, masyarakat kita sudah mengenal musik yang disebut Dangdut. Ya, dangdut merupakan musik turun temurun dan asli bangsa Indonesia. Sebelum aliran yang ternyata beraneka ragam itu menyusuri urat nadi budaya bangsa, dangdut sudah meresap ke dalam sumsum masyarakat Indonesia. tidak bisa dipungkiri, dari hingar bingar kota yang serba ada, sampai ke desa yang tidak kedetect di Peta, dan player music (sebut saja tape pada waktu itu ) pun tidak punya, tapi mereka tahu dangdut. Suara ketipung yang mendayu-dayu, seruling yang meliuk-liuk dan ditambah keserasian permainan instrumen lainnya, membuat musik ini mudah dinikmati meskipun hanya dengan memainkan kedua ibu jari tangan kita. Setelah puluhan tahun exist dan berkembang di Masyarakat, lambat laun dangdutpun mulai tersaingi dengan hadirnya aliran musik baru, sebut saja yang saya sedikit tahu musik Rock. Musik yang 'keras' kalau saya bilang, dan cenderung mendapat penilaian negativ karena penampilannya, mulai mewabah dikalangan masyarakat. Kontan saja hal ini ditentang keras oleh para pecinta Dangdut (dangduters) dan para 'tokoh' dangdut Indonesia, sebut saja Bang Rhoma Irama (King of the dangdut Indonesia). Bahkan kalau tidak salah, beliau sampai membuat film yang judulnya pun sangat menyentil, Dangdut Vs Rock. Masa demi masa, generasi demi generasi, aliran-aliran musik pun mulai bermunculan di blantika musik Indonesia. Setelah Rock, muncul pula Pop, Jazz, dan juga yang lainnya. Dangdut yang pada dasarnya sudah enak dinikmati, mulai keluar dari pakem. Karena mungkin terkontaminasi atau apalah, dangdut pun muncul dengan wajah baru. Penambahan ada dimana-mana, mulai dari instrument sampai ke penyanyinya. Dangdut pun mulai ngerock atau dikenal dengan Rock dut, jadi lagu dangdut yang juga ada sedikit rock (triak-triak mungkin maksudnya). Permainan kendang (ciri khas dangdut) dimainkan lebih ngebeat, sehingga muncul sebutan 'Dangdut Koplo' mungkin karena yang mendengar jogednya jadi seperti orang minum pil koplo. Kemudian penampilan penyanyinya pun melenceng, awalnya jual suara berubah menjual penampilan fisik. Penyanyi wanita berpakaian ketat, sexy dan menonjolkan bagian tubuhnya. Hal inilah yang membuat dangdut pun meredup disekitar pertengahan tahun 90-an dan membuat Music Pop semakin menjiwa pada generasi berikutnya. sebetulnya musik pop sendiri sudah ada sebelum dangdut redup kemudian 'menghilang'. pop pada saat itu berjalan hampir beriringan dengan dangdut, dengan penggemar yang masih minoritas. dengan meredupnya dangdut, musik pop semakin menggila. mulai dari penyanyi solo sampai band mulai bertebaran. Musik Pop merajai blantika musik Indonesia dari mulai pertengahan taun 90-an. dari saat itu pop berdiri tegak dipuncak Himalaya masyarakat Indonesia. bahkan anak kecil pun sekarang sudah bisa menyanyi lagu pop. kalau dulu waktu saya kecil, menyanyi lagu Mansyur S, sekarang anak kecil menyanyikan lagu Afgan, Ungu, dan masih banyak penyanyi lainnya. Seperti halnya Dangdut, Pop pun semakin lama penuh dengan improvisasi. dari yang awalnya slow lembut, keras tapi beraturan menjadi pop yang mendayu-dayu. Kenapa saya bilang mendayu-dayu? ya karena memang musiknya mendayu-dayu. Jadi kalau kita mendengar musik ini, kita jadi inget akan musik yang benar-benar Indonesia banget yang memang merupakan bangsa Melayu. Apalagi kalau bukan Musik Dangdut. Pada sekitar akhir tahun 2009, munculah beberapa anak band yang membawakan musik ini. sebut saja ST12. ST 12 bisa dibilang sebagai pelopor yang menghidupkan kembali musik melayu. dengan musik dasar pop yang kemudian diimprovisasi dengan menambahkan musik melayu disitu, menjadikan Pop Melayu booming di Indonesia. Setelah ST12, pada tahun 2010 bermacam-macam band dengan aliran serupa bermunculan. bak kacang yang dijemur di plataran, band dengan aliran semacam ini berserakan. Meskipun hanya membawakan hit single saja untuk kemudian menghilang, band tersebut bisa meraup untung yang cukup untuk bisa dibilang sukses. Dengan lirik seadanya, dengan aransement musik yang penting enak didengar, yang penting mendayu-dayu, pun diterima di Masyarakat. Tahun 2010, kontan bisa dibilang sebagai tahun pop Melayu. Masyarakat kebanyakan akan lebih senang mendengarkan, menyanyikan lagi ST12, Wali, Kangen Band, etc, dibandingkan menyanyikan lagunya Padi, Marcel, Rio Febrian dan banyak lagi. Yah, itu lah yang dinamakan dinamika. perubahan, variasi, improvisasi dalam bermusik akan terus ada. Dangdut, Rock, Pop, Pop Melayu, lalu apalagi ya berikutnya di tahun 2011 ini???